Membangun dari Pinggiran, Strategi Herman Djide Menuju Kecamatan Mandiri dan Berdaya Saing

2 days ago 6

PANGKEP, SULSEL — Pembangunan kawasan pinggiran kini tak lagi sekadar wacana, melainkan panggilan nyata untuk menghadirkan keseimbangan pembangunan antarwilayah. Dalam diskusi santai namun bernas yang digelar di  sekertariat DPD-JNI Pangkep Sabtu malam (14/6/2025), Herman Djide, Ketua DPD Jurnalis Nasional Indonesia (JNI) Kabupaten Pangkep, memaparkan strategi membangun kawasan pinggiran menuju kecamatan yang mandiri dan berdaya saing.

Dalamdiskusi tersebut, Herman menyampaikan bahwa pembangunan harus dimulai dari pemetaan potensi dan masalah yang dilakukan secara partisipatif. “Kita harus tahu kekuatan dan tantangan di setiap wilayah. Tanpa data, kebijakan akan meleset sasaran, ” tegasnya.

Langkah awal pembangunan menurut Herman adalah mendengarkan suara masyarakat. Pendekatan partisipatif akan memberi gambaran utuh tentang sumber daya alam, kearifan lokal, dan hambatan sosial yang perlu diselesaikan. Ia menekankan bahwa pembangunan tidak bisa dilakukan secara top-down, melainkan harus dari bawah ke atas.

Herman juga berkata bahwa pentingnya perencanaan tata ruang yang adil dan berpihak kepada rakyat. Dalam perencanaan ini, fungsi lahan harus ditata agar mendukung produktivitas dan kenyamanan hidup. Wilayah pertanian, kawasan wisata, pemukiman, hingga ruang hijau harus ditempatkan secara harmonis dan saling menguatkan.

Dalam hal infrastruktur, Herman mengakui bahwa banyak wilayah pinggiran kini sudah memiliki akses dasar. Namun menurutnya, itu belum cukup. "Kita butuh infrastruktur ekonomi, seperti rumah produksi, gudang, tempat pengolahan hasil tani dan laut, bukan hanya jalan dan listrik, " paparnya.

Strategi pembangunan yang ditawarkan tidak berhenti pada penyediaan sarana fisik. Di bidang ekonomi, Herman menegaskan pentingnya menggerakkan koperasi dan BUMDes sebagai tulang punggung ekonomi rakyat. Ia menolak model ekonomi yang menjual potensi dalam bentuk mentah tanpa pengolahan.

“Kita harus berhenti ekspor hasil mentah. Olah dulu di tempat, beri nilai tambah, baru jual. Itulah yang membuat desa sejahtera, ” tandasnya. Untuk itu, pelatihan wirausaha dan literasi digital juga harus digalakkan di kalangan anak muda dan pelaku UMKM.

Lebih jauh, Herman mengangkat pentingnya pengembangan wisata edukatif atau eduwisata yang berbasis potensi lokal. Ia menyebut bahwa sektor ini sangat potensial menggerakkan ekonomi sekaligus meningkatkan kebanggaan warga terhadap lingkungannya sendiri.

Menurutnya, kawasan tambak, kebun herbal, pertanian, dan mangrove bisa disulap menjadi tempat wisata yang mendidik dan menyenangkan. Di sini, pemuda dan komunitas lokal berperan penting sebagai kreator konten, pemandu, hingga pengelola kawasan wisata.

Dalam diskusi tersebut, Herman juga menekankan pentingnya membangun karakter masyarakat pinggiran yang tangguh dan mandiri. Hal ini menurutnya hanya bisa terjadi jika seluruh elemen—pemerintah, tokoh agama, adat, dan pemuda—bersatu dalam semangat gotong royong.

“Pembangunan bukan semata soal anggaran, tapi semangat kolektif. Jika warga bergerak bersama, tidak ada yang tak mungkin, ” ujarnya dengan nada penuh keyakinan.

Ia juga mendorong agar teknologi dan digitalisasi digunakan untuk mempercepat pelayanan publik dan akses pasar. Desa-desa di pinggiran tidak boleh tertinggal dalam hal informasi dan teknologi, karena justru di sanalah potensi besar belum tersentuh.

Menutup diskusi, Herman menegaskan bahwa pembangunan kawasan pinggiran harus menjadi gerakan bersama. “Kita bangun dari dalam, jangan menunggu dari luar. Bersama, kita bisa menciptakan kecamatan yang mandiri, produktif, dan berdaya saing, ” pungkasnya dengan semangat membara.

Dengan narasi yang kuat dan strategi yang terukur, Herman Djide membawa angin segar dalam wacana pembangunan daerah. Ia menegaskan bahwa pinggiran bukanlah batas, melainkan titik awal kemajuan jika dikelola dengan benar dan melibatkan semua elemen. ( Hasanuddin)

Read Entire Article
Infrastruktur | | | |